Rabu, 20 Juni 2012

SILDENAFIL SITRAT

Sildenafil dikembangkan oleh sekelompok ilmuwan yang bekerja pada Pfizer Sandwich, di Inggris. Pada awalnya senyawa ini dikembangkan dengan maksud untuk terapi hipertensi dan angina pektoris, yang merupakan penyakit jantung iskemik. Hasil uji klinis pertama menunjukan bahwa senyawa ini tidak memberikan efek yang berarti pada angina, namun ditengarai dapat meningkatkan kemampuan ereksi.  Sehingga obat ini pun kemudian dipasarkan sebagai antidisfungsi ereksi dan dipatenkan pada tahun 1996 dan disetujui oleh FDA pada 27 Maret 1998. Sildenafil yang dipasarkan dengan nama dagang Viagra ini menjadi obat oral pertama dalam terapi disfungsi ereksi.

Sildenafil sitrat merupakan salah satu jenis obat baru yang masih dipasarkan sebagai produk patennya yaitu Viagra dan Revatio. Sildenafil merupakan salah satu senyawa yang digunakan dalam terapi disfungsi ereksi atau lebih dikenal dengan istilah antiimpotensi golongan inhibitor fosfodiesterase. Selain digunakan dalam terapi disfungsi ereksi, sildenafil juga digunakan dalam pulmonary arterial hypertension (PAH).

Mekanisme kerja obat ini adalah melalui penghambatan konversi trifosfat guanilat menjadi cGMP. Saat adanya rangsangan seksual, oksida nitrat dilepaskan oleh neuron atau sel endotel dijaringan penis sehingga meningkatkan aktivitas enzim guanilat siklase, suatu enzim yang bertanggung jawab mengkonversi trifosfat guanilat menjadi cGMP. cGMP merupakan neurotransmiter vasodilator pada jaringan. Katabolisme cGMP dimediasi oleh enzim fosfodiesterase.

Tiga isoenzim fosfodiesterase tipe 5 dengan selektivitas yang tinggi ditemukan pada jaringan genital, yang menurunkan katabolisme cGMP. Walaupun isoenzim ini juga ditemukan pada pembuluh darah perifer, otot polos trakea dan platelet. Penghambatan fosfodiesterase pada jaringan nongenital menghasilkan efek yang merugikan. 

Ketiga senyawa penghambat fosfodiesterase yang beredar dimasyarakat (sildenafil, vardenafil, dan tadalafil) memiliki profil farmakokinetik, interaksi obat-makanan, dan efek merugikan yang berbeda. Peringatan dan perhatian khusus harus diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang juga menerima sildenafil atau penghambat fosfodiesterase lainnya.

Sildenafil telah digunakan dalam rentang waktu yang lebih lama dibanding vardenafi maupun tadalafil dan memberikan hasil studi yang lebih baik. 

Kegunaan Medis Sildenafil

Sildenafil digunakan dalam berbagai kondisi berikut:

  1. Disfungsi seksual. Penggunaan utama sildenafil adalah dalam terapi disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan mempertahankan ereksi untuk menyelesaikan satu periode hubungan seksual.  Sildenafil kini merupakan terapi obat standar dalam penanganan disfungsi ereksi pada semua kondisi, termasuk pada pasien dengan diabetes melitus. Seseorang dengan terapi antidepresan mungkin akan mengalami disfungsi seksual yang dapat merupakan akibat dari penyakitnya ataupun sebagai akibat atas pengobatannya. Penelitian pada tahun 2003 menunjukan bahwa sildenafil mampu memperbaiki kemampuan seksual pria dengan depresi dan terapi antidepresan. Demikian pun pada wanita.
  2. Pulmonary arterial hipertension (PAH). Sildenafil bekerja dengan merelaksasi dinding arteri sehingga menyebabkan penurunan resistensi dan tekanan arteri. Dan pada akhirnya akan mengurangi beban kerja dari ventrikel kanan jantung dan memperbaiki gejala gagal jantung. Karena PDE-5 terutama tersebar pada otot halus dinding arteri pada paru dan penis, sildenafil bertindak selektif pada kedua daerah tersebut tanpa menvasodilatasi daerah lain ditubuh. Penggunaan sildenafil untuk indikasi ini disetujui oleh FDA pada tahun 2005. Sediaan sildenafil untuk indikasi PAH ini dipasarkan dengan nama dagang Ravetio, yang merupakan sediaan tablet putih bulat dengan isi sildenafil 20 mg pertablet. 
  3. Keluhan sakit yang berhubungan dengan tempat yang tinggi. Sildenafil juga telah terbukti efektif dalam pencegahan edema paru yang berhubungan dengan tempat tinggi seperti yang dialami pendaki gunung. 
Karena alasan efektivitasnya, kemudahan cara pemberian obat, dan rendahnya kejadian efek merugikan dari obat golongan inhibitor fosfodiesterase ini, maka obat-obat ini dijadikan terapi lini pertama untuk penanganan disfungsi ereksi terutama pada penderita muda.

Dosis 25-100 mg sildenafil mampu memperbaiki kemampuan ereksi pada 56-82% pasien. Dosis yang sama akan menghasilkan efek 65-80% pasien pengguna vardenafil dan 62-77% pasien pengguna tadalafil.

Sekitar 55% pasien disfungsi ereksi gagal merespon terapi sildenafil, pada kasus ini edukasi diperlukan untuk memperbaiki responnya, diantaranya dengan:
  1. Pasien harus terlibat dalam rangsangan seksual (foreplay)
  2. Sildenafil harus dikonsumsi saat perut kosong, setidaknya 2 jam sebelum makan untuk mendapatkan respon terbaik
  3. Konsumsi sildenafil disertai makanan berlemak akan mengurangi absorpsinya
  4. Seorang pasien yang gagal merespon terapi sildenafil pertama kali harus melanjutkan terapi hingga 5-8 dosis sebelum terapi ini dapat benar-benar dinyatakan gagal
  5. Beberapa pasien mungkin memerlukan titrasi (peningkatan bertahap) dosis sildenafil hingga 100 mg
Sildenafil dan semua inhibitor fosfodiesterase lainnya tidak diperbolehkan digunakan pada seseorang dengan fungsi ereksi normal dan tidak boleh dikombinasikan dengan agen antidisfungsi ereksi lainnya karena dapat mengakibatkan ereksi berkepanjangan.

Farmakokinetik

Sildenafil dengan dosis harian yang direkomendasikan sebesar 25-100 mg/hari memberikan onset sekitar 1 jam dengan durasi kerja yang pendek. Absorpsi sildenafil berkurang secara signifikan dari saluran cerna dengan adanya bahan makanan berlemak. Dosis yang lebih rendah dapat digunakan pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal jantung berat, dosis yang direkomendasikan hanya 25 mg/hari. Semua inhibitor fosfodiesterase dikatabolisme melalui hati oleh enzim sitokrom P450 3A4 dan sebagian kecil melalui isoenzim lain pada enzim sitokrom tersebut. Sildenafil diekskresikan terutama melalui feses dan sebagian kecil melalui urin.

Penurunan dosis diperlukan pada pasien yang juga menerima terapi obat yang menghambat kerja enzim sitokrom P450 seperti simetidin, eritromisin, klaritromisin, ketokonazole, itrakonazole, ritonavir dan saquinavir. 

Efek Merugikan

Efek merugikan sildenafil dapat bersifat ringan hingga sedang yang terbatas pada beberapa individu. Penghentian penggunaan obat ini umumnya tidak memerlukan terapi khusus. Pada dosis yang direkomendasikan efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala, wajah pucat, dispepsia, hidung tersumbat dan pusing. Semua efek samping tersebut terjadi karena adanya penghambatan isoenzim fosfodiesterase pada jaringan ekstra genital.

Sildenafil menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sekitar 8-10 mmHg dan penurunan tekanan diastolik sekitar 5-6 mmHg selama 1-4 jam setelah pemberian sildenafil. Maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya efek hipotensi pada pasien yang cenderung hipotensi atau pasien dengan penggunaan beberapa antihipertensi.

Sildenafil dapat meningkatkan sensitivitas terhadap cahaya, kaburnya penglihatan, dan kesulitan membedakan warna biru dan hijau yang terjadi pada sekitar 3-10% pasien. Hal ini terjadi karena hasil penghambatan fosfodiesterase tipe 6 pada sel-sel fotoreseptor diretina, efek ini terutama terjadi pada pasien yang menggunakan dosis lebih dari 100 mg/hari. Sildenafil dikontraindikasikan pada pasien dengan resiko masalah opthalmologik seperti Retinitis pigmentosa, yaitu suatu penyakit yang berhubungan dengan defisiensi fosfodiesterse.

Sildenafil juga menghambat isoenzim fosfodiestearse tipe 5 di trombosit yang secara teoritis dapat mengakibatkan penghambatan agregasi platelet. Meskipun sildenafil dalam kasus ini tidak mengakibatkan perdarahan, tapi penggunaan sildenafil bersamaan dengan agen antiplatelet harus diwaspadai kemungkinan terjadinya perdarahan.

Interaksi Obat

Penggunaan bersama senyawa nitrat organik dengan sildenafil dapat mengakibatkan hipotensi berat, melalui 2 faktor berikut:
  1. Dengan sendirinya senyawa nitrat organik berpotensi mengakibatkan hipotensi
  2. Senyawa nitrat organik memasok oksida nitrat tambahan yang menyebabkan stimulasi guanilat siklase dan meningkatkan level cGMP jaringan.
Atas kenyataan tersebut maka penggunaan sildenafil atau agen inhibitor fosfodiesterase lainnya kontraindikasi untuk digunakan bersama dengan nitrat organik.

Jika hipotensi berat terjadi selama pasien terpapar nitrat organik dan inhibitor fosfodiesterase maka pasien harus ditempatkan di Tredelenburg dan pemberian cairan secara agresif harus segera dilakukan. Jika hipotensi terus berlanjut maka pemberian agonis adrenergik seperti dopamin, levarterrenol, atau epinefrin dapat diberikan secara berhati-hati.

Menariknya, sumber makanan yang mengandung nitrat, nitrit atau L-arginin (suatu prekursor senyawa nitrat) tidak berinteraksi dengan inhibitor fosfodiesterase. Hal ini karena sumber makanan tersebut tidak meningkatkan kadar oksida nitrat dalam sirkulasi manusia.

Sildenafil tidak berinteraksi dengan obat antihipertensi. Metabolisme hepatik dari sildenafil dapat terhambat dengan adanya senyawa-senyawa obat yang menghambat enzim sitokrom P450 terutama pada isoenzim CYP 3A4 seperti simetidin, eritromisin, klaritromisin, ketokonazole, itrakonazole, ritonavir dan saquinavir, sehingga pasien ini memerlukan inisiasi dosis yang lebih rendah.




Sumber
Pharmacothepy-Dipiro
Wikipedia